Rabu, 30 Januari 2013

Bad Rules (Fenomena Peraturan Daerah)

kemarin seperti biasa pulang kerja, karena kepala pusing macam mual mual afternoon sickness gitu (kaya orang hamil aje :p) akhirnya melipirlah saya ke pojokkan stasiun sudirman bersama seorang kawan menikmati sepiring gorengan dengan saus kacang pedas yang diharapkan membawa dampak mengurangi pusing saya itu.  apadaya, dengan jdwal kereta yg telat-telat mulu dan melihat tumpukkan penumpang gak berkurang2 serta kepala yang masih belum reda pusingnya ini, melipirlah lagi saya ke salah satu convenience store langganan, Lawson yg ada di Jalan Blora.

ngapain? minta dijajanin jayfura sama kawan saya itu haha. ketika jayfura sudah di tangan dan hendak membayar di kasir, disamping saya persis ada pelanggan lain yg hendak membayar juga. yang buat saya bergidik, dia menaruh dua botol minuman keras di depan saya, sebut saja merek guinness dan apa tau satu lagi. menaruhnya di meja kasir tanpa ada perasaan dosa atau apapun. oke saya tahu itu mungkin hak dia, itu uang dia untuk membeli minuman tersebut. tapi apa? Ya Tuhan, saya melirik ke arahnya. umurnya belum mencapai dua puluh tahunan, bahkan saya rasa 17 tahun pun belum. saya cukup lama memperhatikannya, sementara kawan saya itu membayar jajanan kami. sambil keluar dari store itu, pikiran saya melanglang kemana2. sampai saya bersuara sendiri tiba2 tidak hendak mengobrol dan tercekat kepada kawan saya itu, "Mbak, tadi lihat apa yg dibeli anak itu tadi? bir.. sebuah bir..."

Ya Tuhan, saya menghela nafas. betapa mudahnya sekarang mendapatkan sebuah botol minuman laknat itu. tinggal datang ke convenience store terdekat, ambil di rak minuman dingin dan taraaaa, berjejal merk-merk botol dan kaleng minuman keras tinggal dipilih. menyesakkan rasanya melihat deretan itu, yg kadang tanpa saya sadar saya suka bergidik atau mengangkat alis ketika mata menyusuri pilihan minuman ringan yg hendak dibeli. sebuah fenomena di sudut jakarta.

ya di Jakarta, kenapa harus Jakarta? karena Peraturan Daerah-nya membolehkan. catat itu, M-E-M-B-O-L-E-H-K-A-N perdagangan miras-miras di penjuru kota Jakarta. maka jangan heran, kau datang saja ke sudut lawson atau seven eleven atau Indomaret ketika waktu hampir menjelang 9 malam.. banyak pemuda-pemudi yg akan menyesap minuman-minuman gila itu. pemuda-pemudi ibukota meramaikan dunia malam dengan semburan asap rokok dan sesapan minuman memabukkan.

malam itu, juga sebenarnya tidak ada hak saya melarang anak itu membeli minuman. tidak juga memarahi mas-mas penjaga toko atau mas-mas kasirnya. tidak, bukan. harusnya yang saya marahi sang Pembuat Aturan Daerahnya. siapa? Gubernur DKI. Orang yang paling bertanggungjawab dengan memperbolehkan menjual minuman keras di daerah Ibukota.

berjarak jauhnya 30 km dari ibukota, di kota yang terkenal dengan buah khasnya Belimbing, Kota Depok. kalau disadari kalian tidak akan pernah melihat hal macam diatas. itu bukan tanpa sebab, Peraturan Daerah yang dibuat oleh Walikota dan Jajarannya melarang keras adanya penjualan minuman keras dengan jarak 1 km dari Masjid dan Sekolah. Masjid dan Sekolah adalah bangunan paling banyak yang ditemukan dengan jarak 1 km dari bangunan apapun di seantero Depok, dan itu berarti tidak akan ada yang namanya penjualan miras di kota ini. kita akan dengan nyaman sekali berbelanja tanpa perasaan bergidik atau tercekat macam saya diatas. ya itulah fenomena yang saya temukan di dua kota berbeda.


sebuah berkah untuk kota yang Pemimpinnya menerapkan peraturan demi menjaga penduduknya jauh dari kemaksiatan. karena itulah mengapa, Pemerintah yang baik, maka Rakyatnya pasti akan baik.


karena Bekerja Untuk Indonesia itu, tidak setengah-setengah.


rayung,
30 Januari 2013